Renungan!. Jika Ingin Punya Ismail (Anak yang Baik), Jangan Lupa Menjadi Ibrahim (Ayah yang Baik)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam
sejahtera kepada para pembaca yang di RAHMATI dan di RIDHOI ALLAH SWT.
Pada kesempatan kali ini Kuas Hidayah akan
membagikan sebuah Renungan untuk Kita Semua. Sebagai Orang Tua, Tentunya Kita
Juga Ingin Memiliki Anak yang Baik. Namun Sebagian dari Orang Tua juga Lupa untuk
Menjadi Orang Tua yang Baik. Karena Semua yang Baik Berasal dari yang Baik Pula.
Seperti Kata Pepatah, Buah Jatuh Tidak Jauh dari Pohonnya.
Mari simak Pembahasan Berikut ini.
KuasHidayah.com
– Pada perayaan Idul Adha, Ada dua nama tokoh
hebat dalam sejarah Islam yang selalu dikenang hingga sekarang. Ibrahim dan
Ismail, dua orang yang ditakdirkan menjadi ayah dan anak. Indah dalam
melaksanakan kaidah agama, hingga namanya terus menerus diabadikan dalam
tradisi umat Islam. Kebajikan yang ditanamkan keduanya akan abadi dalam perayaan-perayaan
yang digelar.
Ismail adalah sosok anak yang patuh dan rela
melakukan apa saja sesuai perintah Allah SWT. Tidak pernah mengeluh atau menolak
tentang apapun yang Allah SWT sudah gariskan epadanya. Bahkan ketika Allah SWT menetapkan atas penyembelihan dirinya, Ismail pun setuju dan tidak ada keraguan
untuk melaksanakan kemauan Tuhan.
Ibrahim dan Ismail merupakan ayah dan
anak yang menjadi simbol keluarga harmonis, mengantarkan keduanya pada
ketetapan Allah SWT. Mereka selalu menetapkan segala tingkah lakunya atas perintah Allah SWT. Bahkan ketika keduanya membangun Ka’bah didasari atas perintah Tuhan.
Maka sudah pasti setiap orang tua menginginkan anak seperti Ismail. Sebuah
kebanggan mempunyai buah hati yang selalu menurut untuk diajak dalam ketaatan.
Sejak kecil Ismail sudah menerima cobaan, ditempatkan dalam
sebuah tanah yang tandus dan gersang. Hampir tidak ada orang disana. Hanya ada
angin dan beberapa hewan yang terlihat dengan mereka dalam pelaksanaan perintah Allah SWT. Ismail yang merasa kehausan terus menerus menangis sebagai tanda dirinya
membutuhkan air.
Teriakannya begitu kencang, hingga membuat ibunya tidak tega. Dengan
segera, sang ibu mencari air. Perjalannya begitu panjang, dan dilakukan
berulang kali hingga mencapai angka tujuh. Ketabahan mereka semakin diuji
dikala air tidak pula ditemukan meskipun usaha penuh telah dijalankan.
Allah yang tidak tega, segera memberikan pertolongan kepada keduanya.
Dari hentakan kaki Ismail ke tanah, keluarlah air yang dinamakan zam-zam sebagai
penyembuh kehausan.
Allah SWT menyelamatkan mereka sebagai bukti kecintaanNya. Susah payah yang
mereka hadapi, hanya sebagai ujian ketaatan tentang bagaimana kesetiaan mereka
kepada Allah SWT.
Maka sekali lagi mereka telah membuktikan atas kepantasan mereka menjadi
seorang hamba. Tidak pernah protes apalagi mengeluh atas setiap ujian yang Allah SWT berikan.
Ismail telah menjalani ribuan cobaan. Akan tetapi,
dirinya selalu yakin dan percaya bahwa pertolongan Allah SWT selalu ada. Oleh
karenanya, menjadi idaman setiap keluarga untuk menjadikan anaknya seperti Ismail.
Anak yang selalu sabar dan tangguh dalam setiap cobaan. Anak yang bisa
menginspirasi banyak orang dengan perilaku dan pemikiran. Maka Ismail
adalah sosok idaman orang tua.
Akan tetapi, ada sosok penting di balik kesuksesan Ismail menghadapi
ribuan cobaan. Dialah Ibrahim yang menjadi kepala keluarga dari keluarga
kecil itu. Ibrahim lah bersama istrinya yang membimbing serta mengajari Ismail
tentang bagaimana bersikap dan mengamalkan nilai-nilai agama yang ada. Ibrahim
lah tokoh dibalik ketangguhan yang dimiliki anaknya.
Maka
sudah barang tentu, setiap orang tua harus merenungi. Ketika mereka
menginginkan sesuatu, tentulah ada usaha keras dari mereka. Ketika mereka
menginginkan anak yang soleh serta menuruti segala perintah dan ketetapan Allah SWT, merekalah yang harusnya menjadi sosok yang tangguh dalam pengajarannya. Orang
Tua-lah yang harusnya menjadi sumber ilmu dan keteladanan bagi anaknya.
Pendidikan pertama dari seorang anak, ada pada diri orang tuanya.
Sedikit banyak anak akan menyerap perilaku yang ada pada orang tuanya. Begitupun
dengan kesalehan, harus dilekatkan pada diri orang tua juga.
Sangat sulit menempatkan prinsip kesalehan jika orang tua masih
keteteran dalam masalah pelaksanaan perintah agama. Oleh karena itu, yang harus
dibangun terlebih dahulu adalah bagaimana menjadikan diri sebagai Ibrahim.
Kemudian baru dibangun tata cara menjadikan anak sebagai Ismail.
Wallahu A'lam Bisshawab.
Nah itulah sedikit Renungan untuk Kita Semua yang
Menjadi Orang Tua.
Sekian dari Kuas Hidayah, Semoga bisa membawa
manfaat.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Dikutip dari Sumber :