Kisah Salah Satu Sahabat Rasulullah SAW yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera kepada para pembaca yang di RAHMATI dan di RIDHOI ALLAH SWT.

Pada kesempatan kali ini Kuas Hidayah akan membagikan sebuah Kisah Salah Satu Sahabat Rasul yang Menyesal Saat Sakaratul Maut.

Mari simak Pembahasan Berikut ini.

Kisah Salah Satu Sahabat Rasulullah SAW yang Menyesal Saat Sakaratul Maut


Seorang Sahabat Rasulullah SAW, Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu memiliki kebiasaan unik. Dia datang ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah. Ia selalu mengambil posisi di pojok masjid pada setiapa shalat berjamaah dan I’tikaf. Alasannya, selalu mengambil posisi di pojok masjid karena ia tidak ingin mengganggu atau menghalangi orang lain yang akan melakukan ibadah di masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh semua orang bahkan Rasulullah sendiri.

Pada suatu pagi, saat shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena tidak mendapati Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu pada posisi seperti biasanya. Rasulullah pun bertanya kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada seorang pun yang melihat Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu.

Shalat Subuh pun sengaja ditunda sejenak, untuk menunggu kehadiran Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu. Namun yang ditunggu belum datang juga. Karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah pun memutuskan untuk segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat Subuh selesai pun Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu belum datang juga.

Selesai shalat Subuh Rasulullah pun bertanya lagi “Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawab.

Rasulullah pun bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu persis dimana rumah Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu

Rasulullah sangat khawatir terjadi sesuatu terhadap sahabatnya tersebut, memimnta diantarkan ke rumah Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu.  Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka menempuh dengan berjalan kaki.

Akhirnya, Rasulullah dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu pada waktu shalat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu, beliau mengucapkan salam dan keluarlah wanita sambil membalas salam.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah.

“Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab wanita tersebut.

“Bolekah kami menemui Sya’ban ra, yang tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasulullah.

Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”.

“Innalilahi Wainnailaihiroji’un” jawab semuanya.

Satu-satunya penyebab Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu tidak hadir shalat Subuh di masjid adalah karena ajal menjemputnya. Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu bertanya “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia bertetiak tiga kali dengan masing-masing teriakan di sertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”

“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.


“Dimasing-masing teriakannya, dia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu.

Rasulullah SAW pun melantunkan ayat yang terdapat surah Qaaf ayat 22: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”

“Saat Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu melihat suatu adegan dimana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalatb berjamah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu itu bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.

Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap “Aduh mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin.

Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.

Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia bisa membuka baju liuar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu pun iba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.


Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.

Berikutnya, Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu melihat lagi suatu adegan. Saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. Bagi yang pernah ke Tanah Suci tentu mengetahui ukurang roti Arab (sekitar tiga kali ukuran rata-rata roti Indonesia). ketika baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu merasa iba. Ia kemudian membagu dua rotu tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu dengan surga yang indah.

Ketika melihat itupun Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis  tersebut, pasti dia akan mendapat surga yabg lebih indah. Masya Allah, Sya’ban Radhiyallahu 'Anhu bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak optimal.

Seseungguhnya pada suatu saat nanti, kita semua akan mati, akan menyesal dan tentu dengan kadar yang berbeda. Bahkan ada yang memiunta untuk ditunda matinya, karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas konsekwensi dari semua perbuatannya di dunia. Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan.

Wallahu A'lam bish Shawab.

Nah itulah sedikit kisah dari Salah Satu Sahabat Rasul yang Menyesal Saat Sakaratul Maut.

Sekian dari Kuas Hidayah, Semoga bisa membawa manfaat.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Dikutip dari Sumber : https://republika.co.id/berita/oio4lo396/sahabat-rasul-syaban-ra-yang-menyesal-saat-sakaratul-maut

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel