Beginilah Proses Terbentuknya Iman dalam Diri Manusia, Salah Satunya Bukan Melalui Keturunan
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera kepada para pembaca yang di RAHMATI dan di RIDHOI ALLAH SWT.
Pada kesempatan kali ini Kuas Hidayah akan membagikan sebuah Proses Terbentuknya Iman dalam Diri Manusia dan Salah Satunya Bukan Melalui Keturunan.
Mari simak Pembahasan Berikut ini.
KuasHidayah.com
- Beriman adalah syarat penting dalam menjadi muslim, tanpa iman,
keislaman orang tersebut perlu dipertanyakan. Dari itu muslim harusnya belajar
tentang Tuhan dan Keimanan agar bisa disebut beriman.
Lantas bagaimana kita tahu sudah beriman atau belum? Untuk
menjawab itu, perlu kiranya kita memahami apa itu iman, dan bagaimana proses
terbentuknya iman dalam diri seseorang.
Iman dalam bahasa
Arab memiliki arti pengetahuan, percaya dan yakin tanpa keraguan. Dengan
demikian, iman adalah kepercayaan yang teguh yang timbul akibat pengetahuan dan
keyakinan. Adapun orang yang mengetahui dan percaya pada Allah disebut dengan
Mukmin.
Kalau kita cermati
kembali makna iman tersebut, dapat dikatakan bahwa proses terbentuknya iman
dalam diri seseorang itu melalui 2 tahap, diantaranya:
1.
Didahului Oleh
Pengetahuan Tentang Tuhan
Artinya, bahwa iman
itu dapat diperoleh lewat proses berpikir, perenungan mendalam, survey atau
penelitian terhadap alam semesta.
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata)”Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka (Q.S.
Ali Imran:190-191).
Dengan demikian, iman seseorang tidak tumbuh dengan sendirinya,
melainkan diasah dan dipertebal dengan cara terus-menerus menggali rahasia
kekuasaan Allah yang tersedia di alam semesta (burhan kauniyah), di samping
selalu taat, takwa dan beribadah kepadaNya.
Lihatlah
bagaimana Ibrahim a.s. mengeksplorasi alam dalam proses imannya kepada Allah,
padahal Ibrahim hidup di tengah kaum (dan bahkan bapaknya sendiri, Azar) yang
menjadikan berhala sebagai Tuhan. Dan demikianlah Kami
perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit
dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang orang
yang yakin. Ketika malam hari telah menjadi gelap, dia melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu
tenggelam, dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian
tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah
bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi
petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian
tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini yang
lebih besar.” maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “hai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan Yang Menciptakan langit dan
bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (Q.S. al An’am: 74-79).
Ayat di atas
menyiratkan sebuah makna bahwasanya faktor keturunan tidaklah membantu dalam
terbentuknya iman dalam diri, melainkan eksplorasi dan pengetahuan tentang
Tuhan. Pernyataan ini didukung dengan beberapa kisah lain dalam Al-Quran,
diantaranya:
Kisah Nabi Nuh AS
berupaya keras mengajak putranya untuk ikut menaiki bahtera. Namun putranya itu
membangkang. Seperti dalam Al-Quran Surat Huud Ayat 42-46.
Demikian pula
dengan kisah Nabi Musa AS yang semasa kecilnya diasuh dalam lingkungan keluarga
Fir’aun. Firman Allah dalam Al-Quran Surat al-Qashash Ayat 7-8.
Akan tetapi, tidak
dapat dipungkiri bahwa lingkungan keluarga dan masyarakat serta pendidikan yang
ditempuh oleh seseorang membawa pengaruh bagi tingkat perkembangan pembentukan
iman seseorang.
2.
Timbulnya Sikap
Percaya Kepada Allah
Meskipun
kepercayaan pada tahap ini masih labil, tergantung pada seberapa banyak
pengetahuan tentang Allah dan upaya kontemplasinya terhadap alam semesta
tersebut, namun iman pada tahap ini akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya pengetahuan yang diperoleh atau pengalaman yang dijalani.
Kadang-kadang
muncul keraguan dalam dirinya, namun ketika proses pencarian tersebut
berlanjut, sedikit demi sedikit keraguan itu akan hilang lalu berubah pada
terbentuknya tahap KETIGA, yakni yakin tanpa dibayangi oleh sikap
ragu.
Wallahu
A'lam Bisshawab.
Nah itulah Proses Terbentuknya Iman dalam Diri Manusia dan Salah Satunya Bukan Melalui Keturunan.
Sekian dari Kuas Hidayah, Semoga bisa
membawa manfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Dikutip dari Sumber : https://pecihitam.org/proses-terbentuknya-iman/