Ambil yang Berat Tinggalkan yang Ringan Inilah Tasawuf Ala Umar Bin Khattab
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam
sejahtera kepada para pembaca yang di RAHMATI dan di RIDHOI ALLAH SWT.
Pada kesempatan kali ini Kuas Hidayah akan
membagikan Tentang Tasawuf Ala Umar Bin Khattab, Ambil yang Berat Tinggalkan
yang Ringan.
Mari simak Pembahasan Berikut ini.
KuasHidayah.com
- Mengambil yang berat merupakan ciri khas keagamaan
Sayyidina Umar
bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu. Sejarawan sufi, Abu Nasr
as-Siraj, menyebut ciri khas itu sebagai salah satu poin utama
tasawuf Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu yang diteladani
oleh para sufi masa berikutnya.
Ini juga merupakan bentuk lain dari
kepribadian Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu yang keras dan
kokoh. Kepribadian itu dibawa sejak jahiliyyah, dan ketika dipoles dengan
kebenaran Islam, maka lahirlah figur Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu
'Anhu yang luar biasa.
“Engkau
wahai Abu Bakar, memegang kehati-hatian. Sedangkan Engkau, wahai Umar, memegang
kekuatan”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Jabir bin Abdillah)
Inilah pujian Rasulullah
Saw terhadap langkah berbeda yang di tempuh oleh Abu Bakar dan Umar bin
Khattab Radhiyallahu 'Anhu mengenai pelaksanaan shalat witir. Abu Bakar
melakukannya sebelum tidur, sedangkan Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu
melakukannya di akhir malam, menjelang subuh.
Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu khawatir witir itu terlepas, sedangkan
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu cenderung memilih yang
paling berat.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu
'Anhu. memilih menjalani hidup berat. Ketika menjadi khalifah terdapat
belasan tambahan di jubah dan sarung beliau. Beliau memakan roti kasar dari
bahan tepung murahan dibawah standar tepung yang biasa dikonsumsi oleh
rakyatnya.
Sejarawan Ibnu Sa’d menyebutkan bahwa Abu Hafsh bin Abil-Ash, salah
satu rakyat khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu, pernah menolak
suguhan makan yang diberikan oleh beliau.
“Apa yang menghalangi Engkau untuk
memakan hidangan kami?” tanya Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu.
“Makananmu sangat kasar. Biar aku makan
roti empuk yang telah disiapkan untukku”.
“Apakah kau kira kau tidak bisa menyuruh orang
untuk menyembelih kambing yang dibersihkan habis bulu-bulunya, tepung yang
disaring dengan kain, lalu dibuat menjadi roti empuk. Lalu, satu sha’ kismis dicampur lemak dan diaduk dengan air hingga
mirip dengan darah kijang?
“Oh, rupanya Anda juga tahu tentang cara hidup yang nikmat”.
“Iya! Demi Tuhan yang Aku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya hidup nikmat
itu tidak menghapus amal-amal baikku, niscaya aku bergabung dalam gaya hidup
nikmat kalian”.
Pembicaraan tersebut menunjukkan betapa
kokohnya kepribadian beliau dalam menjalani pilihan yang lebih berat dalam ajaran
agama. Hal itu juga menunjukkan betapa kerasnya prinsip kezuhudan yang beliau
pegang dalam hidupnya.
Selama menjadi khalifah, beliau memilih
hukuman yang paling berat jika ada keluarganya yang melanggar. Abdurrahman bin
Umar, putra beliau, dihukum dua kali atas pelanggaran minum nabidz karena
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu menganggap hukuman pertama
yang diberikan oleh Gubernur Mesir Amr bin Ash masih belum memenuhi kriteria.
Hukuman kedua dari ayahnya itu membuat
Abdurrahman jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Hal yang sama terjadi kepada putra Umar bin Khattab Radhiyallahu
'Anhu yang lain, Abu Syahmah, dalam kasus pelanggaran zina. Sayyidina Umar
bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu menolak menghentikan hukuman 100 cambuk atas
putranya, meskipun para sahabat mendesak agar beliau menunda sisa hukuman itu
karena Abu Syahmah sudah terlihat kritis.
Abu Syahmah akhirnya meninggal dunia
karena hukuman yang diberikan oleh ayahnya sendiri.
Mungkin karena itulah Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu
'Anhu. dikenal dengan figur La yakhafu fil-lahi laumata la’im (dalam
mengucapkan dan melakukan apapun beliau tidak takut cercaan siapapun).
Imam Ghazali menyebut tokoh yang memiliki
keistimewaan semacam ini sebagai pemilik predikat al-khawash al-aqwiya’ atau
orang-orang istimewa yang kuat dalam menjalani agamanya. Merekalah orang yang
paling layak untuk mengemban amanat kekuasaan untuk mengatur rakyat.
“Orang-orang khusus yang kuat, tidak selayaknya menolak kekuasaan.
yang aku maksud dengan orang kuat disini adalah orang yang tak tergoda oleh
dunia, yang tak dikuasai oleh ketamakan, dan dalam melaksanakan perintah Allah
tak takut sedikitpun terhadap cercaan orang”, demikian tegas Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu
'Anhu. mengucapkan kebenaran dan melakukan nahi mungkar sepahit apapun itu.
Maka oleh karena itu, setan pun takut kepada beliau.
Maksudnya, kemungkaran merasa sangat
takut untuk menampakkan diri di hadapan Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu,
karena beliau pasti akan memberantasnya dengan keras. “Demi Allah, setiap kali
setan menjumpaimu melintasi sebuah jalan, maka ia mengambil jalan lain yang
bukan jalanmu,” puji Rasulullah kepada Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu.
“Bila Umar meninggal dunia, maka engkau
akan melihat banyak hal yang engkau ingkari”, demikian kata Sayyidina Khalid
bin Walid.
Barangkali karena kekokohan beliau dalam
memberantas kemungkaran dan menyuarakan kebenaran, maka sebagai buahnya, dari
mulut beliau pun muncul ucapan-ucapan benar yang tak terjangkau oleh orang
lain. Beliau mendapatkannya melalui ilham atau cahaya firasat yang terang. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya ditengah-tengah umat sebelum kalian terdapat orang-orang yang
mendapatkan ilham. Kalau ada satu orang diantara umatku (yang mandapat ilham)
maka ia adalah Umar”. (HR. Bukhari dan Abu Hurairah)
Itulah yang dalam ajaran tasawuf disebut kasyaf.
Ada banyak kisah-kisah sejarah yang menunjukkan ke-kasyaf-an Sayyidina Umar bin
Khattab Radhiyallahu 'Anhu. Beberapa ayat dalam al-Qur’an dituturkan persis
seperti ucapan Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu
'Anhu. juga pernah memberi aba-aba kepada pasukan pimpinan Sariyah bin
Zanim yang bertempur di Persia Selatan, ribuan mil dari Madinah. Beliau juga
pernah menceritakan dengan persis mimpi yang dialami oleh Sayyidina Ali bin Abi
Thalib menjelang fajar.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu. adalah salah
satu pemuka terhebat di kalangan tasawuf sufi. Beliau meneladankan tasawuf yang
ideal untuk para penguasa, bahkan sangat sulit ditiru oleh penguasa siapapun
setelah beliau.
Maka sangat beralasan jika Sayyidina Ali
pun berkata terus terang kepada Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu
'Anhu, “Engkau benar-benar membuat penggantimu menjadi lelah untuk meniru”.
Wallahu A'lam Bisshawab.
Nah itulah Tentang Tasawuf Ala Umar Bin Khattab, Ambil
yang Berat Tinggalkan yang Ringan.
Sekian dari Kuas Hidayah, Semoga bisa membawa
manfaat.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Dikutip dari Sumber : Menjadi Sufi Berduit dan