Kisah Umar Bin Khattab Sahabat Nabi dan Ibu yang Menanak Batu

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera kepada para pembaca yang di RAHMATI dan di RIDHOI ALLAH SWT.

Pada kesempatan kali ini Kuas Hidayah akan membagikan kisah seorang sahabat dan Ibu yang Menanak Batu.

Mari simak Pembahasan Berikut ini.


Kisah Umar Bin Khattab Sahabat Nabi dan Ibu yang Menanak Batu


KuasHidayah.com - Ialah Sayyidina Umar Bin Khattab, Ketika masa pemimpinannya, terjadi "Tahun Abu". Masyarakat Arab menderita masa oaceklik berat.

Hujan tak kunjung turun, pepohonan mengering, hewan-hewan mati. Tanah berpijak menghitam layaknya abu.

Suatu malam, bersama sahabatnya Aslam, Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab berjalan-jalan kekampung terpencil yang berada ditengah gurun sepi. dan tiba-tiba beliau kaget. Dari sebuah kemahyang sudah rombeng, terdengar suara gadis kecil menangis keras.

Sayyidina Umar Bin Khattab dan Aslam bergegas mendekati kemah itu, untuk mengecek bila penghuninya membutuhkan bantuan. Sesampainya didepan tenda itu , Khalifah Umar Bin Khattab pun mengucapkan salam. "Assamualaikum.".

"Waalaikumsalam.", jawab seorang wanita dengan sedikit mengabaikan dan kemudian melanjutkan pekerjaannya yaitu sambil mengaduk panci.

Kemudian Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab berkata: "Boleh aku mendekat?"

"Silahkan, Jika kau membawa kebaikan". Jawab wanita itu.

Kemudian Khalifah Sayyidina Umar mendekati wanita yang sedang mengaduk panci tersebut. "Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?". Tanya Khalifah Sayyidina Umar.

Wanita itu pun menjawab, "Anakku.".

"Kenapa anak-anakmu menangis? Apakah ia sakit?".

"Tidak, mereka lapar".

Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab dan Aslam tertegun. Mereka masih tetap duduk di hadapan kemah dengan waktu yang lama.

Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-aduk isi pancinya.

Kemudian Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab kembali bertanya: "Apa yang sedang kau masak, hai Ibu? Kenapa tidak matang-matang juga masakanmu itu?".

Wanita itu menjawab: "Kau lihatlah sendiri!".

Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab dan Aslam segera menjenguk dan melihat panci tersebut. Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut.

Sambil masih terbelalak tak percaya, Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab berteriak: "Apakah kau memasak batu?!".

"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab. Ia tidak mau melihat kebawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi apa belu. Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi , aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rezki. Namun ternyata tidak. Sesudah maghrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya kedalam panci dan kuisi air. Lalu batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan."

Wanita itu diam sejenak, kemudian ia melanjutkan, "Namun apa dayaku? Sungguh Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab tidak pantas menjadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya."

Mendengar penuturan wanita itu, Aslam pun berniat menegur wanita itu. Namun Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab sempat mencegahnya.

Dengan air mata berlinang beliau bangkit dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah.

Tanpa istirahat lagi Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab segera memikul gandum di punggungnya untuk diberikan kepada janda tua nan sengsara itu.

Sesampainya disana, Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab memerintah Aslam untuk mengangkat sekarung gandum kepunggung beliau. "Angkatkan ke punggungku.".

Aslam pun berkata: "Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku yang memikul karung itu.".

"Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?", Jawab Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab dengan wajah yang merah padam.

Aslam tertunduk. Dengan susah payah Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab berjuang memikul karung gandum itu. Angin berhembus membelai tanah Arab yang dilanda paceklik.

Sesampainya ditempat wanita itu, Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab langsung memberikan serantang gandum dan membantu wanita tersebut untuk memasak.

"Masukkan gandumnya dan aku yang akan mengaduknya." Kata Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab sembari meniup asap untuk menghidupkan apinya.

Setelah masak, Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab pun mengajak keluarga yang miskin itu untuk makan.

Wanita itupun memanggil anak-anaknya: "Kemarilah, kemarilah anakku, ayo kita makan."

Sambil melihat mereka makan, Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab duduk tersenyum dalam hatinya berasa sangat lega karena melihat anak-anak kecil itu kembali gembira.

Wanita itu berkata: "Semoga Allah membalas kebaikanmu dengan yang lebih baik, Engkau lebih baik dibanding Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab.".

Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab berkata: "Berkatalah yang baik-baik, besok temui Amirul Mukminin dan kau bisa temui aku juga disana. Insya Allah ia akan mencukupimu.".

Pada keesokan hari, datanglah ibu itu ke Baitul Mal. Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab pun menyambut dengan senyum bahagia.

Ketika ibu itu melihat wajah Khalifah, dia menyadari bahwa orang yang membantunya semalam adalah Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab sang Amirul Mukminin.

Wanita itu gemetaran dan terlihat ketakutan. Dengan rasa bersalah wanita itu berkata: "Aku mohon maaf! aku telah menyumpahi dengan kata-kata dzalim kepada engkau, Aku sudah siap menerima hukuman yang akan ditimpakan."

Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab berkata: "Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah selama ini, Aku berdosa membiarkan seorang ibu dan anak diwilayah kekuasaanku, Bagaimana aku mempertanggung jawabkan dihadapan Allah?. Sudi kiranya ibu memaafkan aku?."

Beliau masih sempat datang membawa makanannya sendiri sekedar untuk memenuhi kebutuhan makanan wanita dan anaknya yang kelaparan.

Demikian sosok Khalifah Sayyidina Umar Bin Khattab pemimpin yang tegas namun beliau bersikap lemah lembut kepada rakyat kecilnya.

Menjadi Khalifah atau Pemimpin, Sayyidina Umar Bin Khattab tidak terlena dengan semua itu, beliau selalu mengingat akan pertanggung jawabannya kelak dihadapan Allah SWT.
Wallahu A'lam Bishawab.

Nah itulah sedikit kisah dari Sayyidina Umar Bin Khattab.

Sekian dari Coretan Kisah Sahabat Nabi / Kuas Hidayah, Semoga bisa membawa manfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel