Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Dijuluki Seorang Syahid tapi Masih Berjalan di Bumi
“Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy dan mengetahui silsilah suku itu.” Gumam lirih Thalhah.
Setelah itu Thalhah langsung menemui Abu Bakar, “Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?”. Tanya Thalhah kepada Abu Bakar.
“Betul." Jawab Abu Bakar.
Kemudian Abu Bakar menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar mengajak Thalhah untuk masuk Islam.
Usai Abu Bakar As-Siddiq bercerita, Thalhah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra.
Abu Bakar tercengang. "Mari temui Muhammad." Abu Bakar mengajak Thalhah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra.
"Dengar pula apa yang dikatakan Muhammad tentang agama yang dibawanya, agar engkau tahu dan mau mengikutinya." kata Abu Bakar penuh suka cita.
Dengan mudah keduanya dapat menemui Rasulullah. Beliau pun menjelaskan apa itu islam kepada Thalhah. Selain itu, Rasulullah juga mengabarkan tentang kebaikan dunia dan akhirat serta membacakan beberapa ayat Al-Quran.
Thalhah merasa dadanya begitu lapang. Ia lantas menceritakan apa yang dialaminya dengan pendeta Bushra.
Mendengar itu, Rasulullah pun sangat gembira. Hingga kegembiraan itu terpancar jelas di wajah beliau Shallallahu 'Alaihi Wassalam.
Di hadapan Rasulullah, Thalhah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Thalhah menjadi orang keempat yang masuk islam dihadapan Abu Bakar.
Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah bagaikan petir. Mereka amat gelisah, apalagi ibunya. Ibunya pernah beharap agar Thalhah kelak menjadi pemimpin kaumnya. Apalagi ada bakat mulia tersimpan dalam diri anaknya.
Keluarganya dan orang-orang satu sukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar.
Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu.
Mas'ud bin Kharasi bercerita, "Pada suatu hari, ketika aku sedang melaksanakan sa'i antara Shafa dan Marwah, aku melihat sekelompok orang menggiring pemuda dengan tangan terbelenggu di lehernya. orang-orang berlari sambil mendorong, memacu dan memukuli kepalanya.
Ditengah kerumunan itu, ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki pemuda di depannya. "Ada apa dengan pemuda itu?". Tanya Mas'ud.
"Pemuda itu Thalhah bin Ubaidillah. Dia telah keluar dari agama nenek moyangnya dan mengikuti Muhammad anak Bani Hasyim." jawab mereka.
"Lalu siapa wanita itu?". Tanya Mas'ud.
"Ash-Sha'bah binti Al-Hadramy. yaitu ibunya.
Tak hanya itu, seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang dijuluki Singa Quraisy, menerobos ke hadapan Thalhah sambil menyeret Abu Bakar.
Lelaki itu mengikat keduanya menjadi satu dan mendorongnya ke algojo sampai darah mengalir dari tubuh kedua sahabat yang mulia ini.
Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar As-Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat.
Hari demi hari terus berjalan, peristiwa demi peristiwa sambung menyambung. Cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah bukannya surut, malah makin besar.
Tetapi, baktinya untuk menegakkan agama Islam dan perjuangannya dalam membela kaum muslim juga semakin besar.
Hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya, antara lain “As-Syahidul Hayy”, atau syahid yang hidup.
Julukan ini diperolehnya dalam perang Uhud. Saat itu barisan kaum muslimin terpecah belah dan kocar-kacir disisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang Anshar dan Thalhah dari Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit, akan tetapi dihadang oleh kaum musyrikin.
“Siapa berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga,” seru Rasulullah.
“Aku Wahai Rasulullah,” kata Thalhah.
“Tidak, jangan engkau, kau harus berada di tempatmu.” Jawab Rasulullah.
“Aku ya Rasulullah,” kata seorang prajurit Anshar. “Ya, majulah,” kata Rasulullah.
Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir. Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan.
Sambil terus naik ke bukit sambil dihadang oleh orang kafir, Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir tersebut dan selalu saja Thalhah mengajukan diri pertama kali.
Tapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat. sampai 11 prajurit Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah sendirian bersama Rasulullah.
Saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah, “Sekarang engkau, wahai Thalhah.” Dan majulah Thalhah menerkam musuh dan menghalaunya agar jangan sampai mendekati Rasulullah.
Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke bukit, Disandarkan tubuh mulia Rasulullah yang mulia. Gigi taringnya patah, kening dan bibirnya sobek, darah keluar dari muka beliau. Kemudian Thalhah kembali menyerang hingga berhasil mengusir serta menewaskan beberapa orang kafir.
Saat itu Abu Bakar As-Siddiq dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh dari Rasulullah. Tak lama mereka berdua menemui Rasulullah. “Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan kalian,” seru Rasulullah.
Keduanya bergegas mencari Thalhah, ketika ditemukan, ini dalam kondisi pingsan, badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 79 luka bekas tebasan pedang, tusukan tombak dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah.
Dikiranya Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan Rasulullah. ” Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah,” sabda Rasulullah.
Sejak saat itu bila orang membicarakan perang Uhud dihadapan Abu Bakar, maka beliau selalu menyahut, ” Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya sampai akhir hayatnya."
Ada gelar lain yang diberikan kepada Thalhah, yaitu Al-Khair, atau Thalhah yang baik.
Kisahnya, suatau hari dalam bisnisnya Thalhah mendapatkan untung sangat besar. Sepulang berdagang dari Hadhramaut, ia membawa 700ribu dirham.
Malam harinya ia ketakutan, gelisah dan risau. Melihat keadaan Thalhah seperti itu, Istrinya Ummu Kultsum berkata, "Mengapa engkau gelisah? Apakah kami melakukan kesalahan?".
"Tidak. Engkau istri yang baik dan setia. Tapi ada yang mengganggu pikiranku sejak semalam. Pikiran hamba kepada Rabbnya. Ia mau tidur sedang hartanya masih menumpuk di rumahnya", Jawab Thalhah.
"Mengapa engkau risau? Bukankah banyak yang membutuhkan pertolongan engkau. Besok pagi, bagikan uang itu kepada mereka."