Kisah Sahabat Rasulullah SAW, Yang Diberi Sayap oleh Allah SWT
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam
sejahtera kepada para pembaca yang di RAHMATI dan di RIDHOI ALLAH SWT.
Pada kesempatan kali ini Kuas Hidayah akan
membagikan sebuah Kisah Sahabat Rasulullah SAW Yang Diberi Sayap oleh Allah.
Mari simak Pembahasan Berikut ini.
Ja'far bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim masuk Islam sejak awal dan sempat mengikuti
hijrah ke Habasyah. Ia malah sempat mendakwahkan Islam di daerah itu.
Dalam Perang Muktah, ia diserahi tugas menjadi
pemegang bendera Islam. Setelah tangan kanannya terpotong dia memegang bendera
dengan tangan kiri. Namun tangan kirinya juga terpotong, sehingga dia memegang
bendera itu dengan dadanya. Akhirnya, ia mati syahid dengan tubuh penuh luka
dan sayatan pedang.
Di kalangan Bani Abdi Manaf ada lima orang yang
sangat mirip dengan Rasulullah SAW, sehingga seringkali orang salah menerka.
Mereka itu adalah Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthallib, sepupu sekaligus
saudara sesusuan beliau. Qutsam Ibnul Abbas bin Abdul Muthallib, sepupu Nabi.
Saib bin Ubaid bin Abdi Yazin bin Hasyim. Ja’far bin Abu Thalib, saudara
Ali bin Abu Thalib. Dan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah SAW. Dan Ja'far
bin Abu Thalib adalah orang yang paling mirip dengan Nabi SAW di antara mereka
berlima.
Ja’far bin Abu Thalib dan istrinya, Asma’ bin Umais, bergabung dalam
barisan kaum Muslimin sejak dari awal. Keduanya menyatakan Islam di hadapan Abu
Bakar Ash-Shiddiq sebelum Rasulullah SAW masuk ke rumah Al-Arqam.
Pasangan suami istri Bani Hasyim yang muda belia
ini tidak luput pula dari penyiksaan kaum kafir Quraisy, sebagaimana yang
diderita kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam. Namun mereka bersabar
menerima segala cobaan yang menimpa.
Namun yang merisaukan mereka berdua adalah kaum
Quraisy membatasi geraknya untuk menegakkan syiar Islam dan melarangnya untuk
merasakan kelezatan ibadah. Maka Ja’far bin Abu Thalib beserta istrinya
memohon izin kepada Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah bersama-sama dengan
para sahabat lainnya. Rasulullah SAW pun mengizinkan.
Ja’far bin Abu Thalib pun menjadi pemimpin kaum Muslimin yang berangkat ke
Habasyah. Mereka merasa lega, bahwa Raja Habasyah (Najasyi) adalah orang yang
adil dan saleh. Di Habasyah, kaum Muslimin dapat menikmati kemanisan agama yang
mereka anut, bebas dari rasa cemas dan ketakutan yang mengganggu dan yang
menyebabkan mereka hijrah.
Ja’far bin Abu Thalib beserta istri tinggal dengan aman dan tenang dalam
perlindungan Najasyi yang ramah tamah itu selama sepuluh tahun.
Pada tahun ke-7 Hijriyah, kedua suami istri itu
meninggalkan Habasyah dan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kebetulan Rasulullah SAW
baru saja pulang dari Khaibar. Beliau sangat gembira bertemu dengan Ja’far
bin Abu Thalib sehingga karena kegembiraannya beliau berkata, "Aku
tidak tahu mana yang menyebabkan aku gembira, apakah karena kemenangan di
Khaibar atau karena kedatangan Ja’far?"
Begitu pula kaum Muslimin umumnya, terlebih fakir
miskin, mereka juga bergembira dengan kedatangan Ja’far bin Abu Thalib.
Ia adalah sosok yang sangat penyantun dan banyak membela golongan dhuafa, sehingga
digelari Abil Masakin (bapak orang-orang miskin).
Abu Hurairah bercerita tentang Ja’far bin Abu
Thalib, "Orang yang paling baik kepada kami (golongan orang-orang
miskin) ialah Ja’far bin Abu Thalib. Dia sering mengajak kami makan di
rumahnya, lalu kami makan apa yang ada. Bila makanannya sudah habis,
diberikannya kepada kami pancinya, lalu kami habiskan sampai dengan
kerak-keraknya."
Belum begitu lama Ja’far bin Abu Thalib
tinggal di Madinah, pada awal tahun ke-8 Hijriyah, Rasululalh SAW menyiapkan
pasukan tentara untuk memerangi tentara Romawi di Muktah. Beliau mengangkat
Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan.
Rasulullah berpesan, "Jika Zaid tewas atau
cidera, komandan digantikan Ja’far bin Abu Thalib. Seandainya Ja’far
tewas atau cidera pula, dia digantikan Abdullah bin Rawahah. Dan apabila
Abdullah bin Rawahah cidera atau gugur pula, hendaklah kaum muslmin memilih
pemimpin/komandan di antara mereka."
Setelah pasukan sampai di Muktah, yaitu sebuah
kota dekat Syam dalam wilayah Yordania, mereka mendapati tentara Romawi telah
siap menyambut dengan kekuatan 100.000 pasukan inti yang terlatih,
berpengalaman, dan membawa persenjataan lengkap. Pasukan mereka juga terdiri
dari 100.000 milisi Nasrani Arab dari kabilah-kabilah Lakham, Judzam, Qudha’ah,
dan lain-lain. Sementara, tentara kaum Muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah
hanya berkekuatan 3.000 tentara.
Begitu kedua pasukan yang tidak seimbang itu berhadap-hadapanan,
pertempuran segera berkobar dengan hebatnya. Zaid bin Haritsah gugur sebagai
syahid ketika dia dan tentaranya sedang maju menyerbu ke tengah-tengah musuh.
Melihat Zaid jatuh, Ja’far bin Abu Thalib
segera melompat dari punggung kudanya, kemudian secepat kilat disambarnya
bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi
sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya. Dia maju ke tengah-tengah
barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap
musuh yang mendekat kepadanya. Akhirnya musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya.
Ja’far bin Abu Thalib berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah
musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan
hebat. Suatu ketika tangan kanannya terkena sabetan musuh sehingga buntung.
Maka dipegangnya bendera komando dengan tangan kirinya.
Tangan kirinya putus pula terkena sabetan pedang
musuh. Dia tidak gentar dan putus asa. Dipeluknya bendera komando ke dadanya
dengan kedua lengan yang masih utuh. Namun tidak berapa lama kemudian, kedua
lengannya tinggal sepertiga saja dibuntung musuh. Ja’far bin Abu Thalib
pun syahid menyusul Zaid.
Secepat kilat Abdullah bin Rawahah merebut bendera
komando dari komando Ja’far bin Abu Thalib. Pimpinan kini berada di
tangan Abdullah bin Rawahah, sehingga akhirnya dia gugur pula sebagai syahid,
menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu.
Rasulullah SAW sangat sedih mendapat berita ketiga
panglimanya gugur di medan tempur. Beliau pergi ke rumah Ja’far bin Abu
Thalib, didapatinya Asma’, istri Ja’far bin Abu Thalib, sedang
bersiap-siap menunggu kedatangan suaminya. Dia mengaduk adonan roti, merawat
anak-anak, memandikan dan memakaikan baju mereka yang bersih.
Asma’ bercerita, "Ketika Rasulullah
mengunjungi kami, terlihat wajah beliau diselubungi kabut sedih. Hatiku cemas,
tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, karena aku takut mendengar
berita buruk. Beliau memberi salam dan menanyakan anak-anak kami. Beliau
menanyakan mana anak-anak Ja’far bin Abu Thalib, suruh mereka ke sini.”
Asma' kemudian memanggil mereka semua dan
disuruhnya menemui Rasulullah SAW. Anak-anak Ja’far bin Abu Thalib
berlompatan kegirangan mengetahui kedatangan beliau. Mereka berebutan untuk
bersalaman kepada Rasulullah. Beliau menengkurapkan mukanya kepada anak-anak
sambil menciumi mereka penuh haru. Air mata beliau mengalir membasahi pipi
mereka.
Asma' bertanya, "Ya Rasulullah, demi Allah,
mengapa anda menangis? Apa yang terjadi dengan Ja’far dan kedua
sahabatnya?"
Beliau menjawab, "Ya, mereka telah syahid
hari ini."
Mendengar jawaban beliau, maka reduplah senyum
kegirangan di wajah anak-anak, apalagi setelah mendengar ibu mereka menangis
tersedu-sedu. Mereka diam terpaku di tempat masing-masing, seolah-olah seekor
burung sedang bertengger di kepala mereka.
Rasulullah berdoa sambil menyeka air matanya,
"Ya Allah, gantilah Ja’far bagi anak-anaknya... Ya Allah, gantilah Ja’far
bagi istrinya."
Kemudian beliau bersabda, "Aku melihat,
sungguh Ja’far berada di surga. Dia mempunyai dua sayap berlumuran darah
dan bertanda di kakinya."
Wallahu A'lam bish Shawab.
Nah itulah sedikit kisah dari Sahabat Rasulullah SAW Yang
Diberi Sayap oleh Allah.
Sekian dari Coretan Kisah Sahabat
Nabi / Kuas Hidayah, Semoga bisa membawa manfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Dikutip dari Sumber : https://republika.co.id/