Kisah Perempuan Yang Pertama Kali Masuk Surga, Ummu Mutiah
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam
sejahtera kepada para pembaca yang di RAHMATI dan di RIDHOI ALLAH SWT.
Pada
kesempatan kali ini Kuas Hidayah akan membagikan sebuah Kisah Perempuan
Yang Pertama Kali Masuk Surga.
Mari simak Pembahasan Berikut ini.
Fatimah Az-Zahra,
walaupun putri kesayangan Rasulullah SAW, namun tidak pernah manja. Pantang
baginya meminta sesuatu kepada sang ayah. Hidupnya sederhana, dan taat
beribadah.
Sebagai seorang istri, serta ibu dari Hasan dan Husein, Fatimah selalu sabar dan ikhlas. Tugas kesehariannya dijalani sendiri, seperti menggiling gandum sampai tangannya lecet.
Tidak ragu
mengangkut air untuk kebutuhan keluarga hingga alasnya berbekas di dadanya.
Rumah Fatimah selalu bersih, dan rapi berkat keuletannya mengurus perabotan di
rumah.
Suatu hari Fatimah menanyakan kepada ayahnya, siapakah perempuan yang pertama kali masuk surga? Rasulullah menjawab, “Wahai Fatimah, jika engkau ingin mengetahui perempuan pertama masuk surga, selain Ummul Mukminin, dia adalah Ummu Mutiah.”
“Siapakah Mutiah
itu, ya Rasulullah? Di manakah dia tinggal?” tanya Fatimah penasaran. Karena
tidak ada yang mengenal Ummu Mutiah. Rasulullah menjelaskan, Ummu
Mutiah yang dimaksud adalah perempuan yang tinggal di pinggiran Kota
Madinah.
Jawaban itu membuat Fatimah tercengang. Ternyata bukan dirinya perempuan yang masuk surga pertama kali. Padahal Fatimah sebagai putri Rasulullah, dan telah menjalankan ibadah, amalan, serta bermuamalah dengan baik.
Untuk memenuhi rasa penasaran, Fatimah berkunjung ke rumah Ummu Mutiah di pinggiran Madinah. Dia ingin menyelidiki amalan dan ibadah apa yang dilakukan Ummu Mutiah hingga Rasulullah menyebut namanya sebagai perempuan terhormat.
Keesokan harinya, Fatimah pamit kepada suaminya mengunjungi kediaman Ummu Mutiah. Dia mengajak putranya Hasan. Setelah mengetuk pintu, memberi salam, terdengar suara dari dalam rumah. “Siapa di luar?” tanya Ummu Mutiah.
Fatimah menjawab, “Saya Fatimah, putri Rasulullah.”
Ummu Mutiah belum mau membuka pintu, malah balik bertanya, “Ada keperluan apa?”
Fatimah menjawab,
ingin bersilaturahim saja. Dari dalam rumah Ummu Mutiah kembali
bertanya, “Anda seorang diri atau bersama yang lain?”
“Saya bersama Hasan, putra saya,” jawab Fatimah dengan sabar.
“Maaf, Fatimah,” kata Mutiah, “Saya belum mendapat izin dari suami untuk menerima tamu laki-laki.”
“Tetapi Hasan anak-anak,” balas Fatimah.
“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga. Besok saja kembali lagi setelah saya mendapat izin dari suami saya,” timpal Ummu Mutiah.
Fatimah tidak bisa menolak. Setelah mengucapkan salam ia bersama Hasan meninggalkan kediaman Ummu Mutiah.
Keesokan harinya, Fatimah kembali mengunjungi rumah Ummu Mutiah. Kali ini bukan hanya Hasan yang ikut, Husein pun ingin ikut ibunya. Tiba dikediaman Ummu Mutiah, terjadi lagi dialog dari balik pintu.
Menurut Ummu Mutiah, suaminya telah mengizinkan Hasan masuk ke rumahnya. Sebelum pintu dibuka, Fatimah mengatakan, kali ini bukan hanya Hasan yang ikut, melainkan bertiga bersama Husein. Mendengar jawaban Fatimah, Ummu Mutiah urung membukakan pintu.
Ummu Mutiah menanyakan, apakah Husein seorang perempuan? Fatimah meyakinkan Ummu Mutiah bahwa, Husein cucu Rasulullah, saudaranya Hasan. “Dia seorang anak laki-laki.”
“Saya belum meminta
izin kepada suami kalau Husein mau berkunjung ke rumah ini,” kata Ummu
Mutiah.
“Tapi Husein masih anak-anak,” tegas Fatimah.
“Walaupun anak-anak, Husein laki-laki juga. Maafkan Fatimah, bagaimana kalau kembali besok, setelah saya meminta izin kepada suami,” kata Ummu Mutiah.
Fatimah tidak bisa
memaksa Ummu Mutiah. Dia bersama Hasan dan Husein kembali pulang, namun
besok berjanji untuk datang lagi.
Keesokan harinya, Ummu Mutiah menyambut kedatangan Fatimah bersama Hasan dan Husein dengan gembira. Kali ini kehadiran Hasan dan Husein telah mendapat izin dari suaminya. Fatimah pun bersemangat ingin segera ‘menyelidiki’ ibadah, amalan, dan muamalah apa saja yang dilakukan perempuan pertama masuk surga ini.
Keadaan rumah Ummu Mutiah jauh dari yang dibayangkan Fatimah. Rumahnya sangat sederhana, tanpa perabotan mewah. Namun, semuanya tertata rapi dan bersih. Tempat tidur beralaskan seprai putih yang harum. Setiap sudut ruangan tampak segar dan wangi membuat penghuninya senang berlama-lama di rumah. Hasan dan Husein pun merasa betah bermain di kediaman Ummu Mutiah.
Selama berkunjung, Fatimah tidak menemukan sesuatu yang istimewa dilakukan Ummu Mutiah. Namun, Ummu Mutiah kelihatan sibuk mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu. “Maaf Fatimah, saya tidak bisa duduk tenang menemanimu, karena saya harus menyiapkan makanan untuk suami,” ungkap Ummu Mutiah yang terlihat sibuk.
Mendekati waktu makan siang semua masakan sudah tersedia. Ummu Mutiah menuangkan satu per satu makanan di wadah khusus untuk dikirim ke suaminya yang bekerja di ladang. Yang membuat Fatimah heran, selain makanan, Ummu Mutiah membawa bekal sebuah cambuk.
“Apakah suamimu penggembala?” tanya Fatimah. Menurut Ummu Mutiah, suaminya bekerja sebagai petani, bukan penggembala.
“Lalu, untuk apa cambuk tersebut?” tanya Fatimah semakin penasaran.
Ummu Mutiah menjelaskan,
cambuk ini sangat penting fungsinya. Jika suami Ummu Mutiah merasa
masakan istrinya tidak enak, dia ridha cambuk yang ‘bicara’.
Ummu Mutiah akan menyerahkan cambuk kepada suaminya untuk dipukulkan ke punggungnya. “Berarti aku tidak bisa melayani suami dan menyenangkan hatinya,” kata Ummu Mutiah.
“Apakah itu kehendak suamimu?” tanya Fatimah.
“Ini bukan kehendak suami. Suamiku orang yang penuh kasih sayang. Semua ini kulakukan karena keinginanku sendiri, agar jangan sampai menjadi istri durhaka kepada suami.”
Jawaban Ummu Mutiah menjadi jawaban atas misteri yang selama ini dicari Fatimah. Masya Allah, demi menyenangkan suami, Ummu Mutiah rela dicambuk.
“Aku hanya mencari keridhaan dari suami, karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan suami ridha kepada istrinya,” ujar Ummu Mutiah.
“Ternyata ini rahasianya,” gumam Fatimah.
Ummu Mutiah kini balik heran, “Maksudnya rahasia apa, Fatimah?”
Fatimah menjelaskan bahwa Rasulullah mengatakan dirinya (Ummu Mutiah) adalah perempuan yang diperkenankan masuk surga pertama kali.
“Pantas saja kelak Mutiah menjadi perempuan pertama masuk surga. Dia menjaga diri dan sangat tulus berbakti kepada suami,” ujar Fatimah dalam hati.
Apa yang dilakukan Ummu Mutiah bukan simbol perbudakan suami kepada istrinya. Melainkan cermin ketulusan, dan pengorbanan istri yang patut mendapat balasan surga.
Wallahu A'lam bish
Shawab.
Nah itulah sedikit kisah dari Perempuan Yang Pertama Kali Masuk Surga.
Sekian dari Coretan Kisah Sahabat Nabi / Kuas Hidayah, Semoga bisa
membawa manfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Dikutip dari Sumber : https://www.republika.co.id/